Tadi pagi, saya lagi duduk di lantai. Pegang laptop, buka laporan kerja yang belum selesai dari semalam. Anak saya yang kecil duduk di depan pintu. Matanya ngelihatin saya, sambil bawa kertas dan pensil warna.
“Main bentar, Yah…”
Pelan banget. Sederhana. Nggak ada rengekan. Nggak ada drama. Saya mendengarnya, tapi... saya jawab,
“Nanti ya, Nak. Ayah lagi kerja dulu.”
Dia diem sebentar. Lalu jalan pelan ke kamar, bawa lagi kertasnya. Dan saya… masih duduk di tempat. Tapi hati saya ikut pergi.
Saya Nggak Pernah Bilang “Tidak”. Tapi Ternyata… Anak Juga Bisa Merasa Ditolak
Saya mikir, saya kan nggak bilang “jangan ganggu”. Saya juga nggak bilang “nggak bisa”. Tapi ternyata, “nanti ya” itu pelan-pelan bikin anak belajar… bahwa Ayahnya memang sering ada, tapi jarang benar-benar hadir.
Anak Saya Nggak Pernah Minta Banyak
Dia nggak pernah maksa beli mainan mahal. Nggak pernah rewel minta diajak ke mal. Tapi hampir setiap hari dia minta satu hal: Waktu.
Dan waktu itu, saya sering ganti dengan layar. Dengan pekerjaan. Dengan rasa capek yang saya pikir sah-sah aja.
Padahal buat anak, 10 menit itu bisa berarti dunia. Dan 10 menit yang nggak kita beri… bisa jadi luka yang nggak mereka ceritakan.
Saya Cuma Ayah Biasa
Saya bukan ahli parenting. Saya bukan penulis buku pengasuhan. Saya cuma Ayah biasa yang sering salah, sering lupa, dan sering merasa lelah.
Tapi pagi itu, setelah saya lihat anak saya hilang dari depan pintu… saya tutup laptop. Saya panggil dia.
“Kak, mau main bareng Ayah sekarang?”
Dia datang lari, senyum lebar, dan duduk di pangkuan saya. Kami gambar bareng. Warnanya keluar garis, gambarnya acak-acakan. Tapi saya rasa, itu 10 menit terbaik saya minggu ini.
Dan mungkin… itu juga 10 menit yang akan anak saya simpan seumur hidupnya.
Ternyata, Bukan Soal Waktu. Tapi Soal Pilihan
Saya mulai sadar, bukan soal punya waktu atau nggak. Tapi soal mau milih apa di waktu yang kita punya.
Kita pikir:
- “Lagi capek banget.”
- “Lagi ada kerjaan penting.”
- “Cuma sebentar kok, nanti juga bisa…”
Tapi buat anak, yang dia ingat bukan kapan kita sempat. Tapi kapan kita memilih untuk sempat.
Sekarang Saya Belajar Diam Sebentar
Sejak pagi itu, saya coba diam 3 detik tiap kali anak saya manggil. Saya nggak langsung jawab “nanti”. Saya biarkan dulu suara dia masuk ke hati saya. Baru saya balas.
Dan anehnya… seringkali ternyata saya bisa kok menyempatkan. Cuma 5 menit main. 3 menit peluk. 10 menit gambar bareng.
Tapi efeknya jauh lebih besar daripada scroll HP 30 menit sambil duduk sebelahan tapi nggak ngobrol.
Saya Nulis Ini Karena Mungkin… Kamu Juga Pernah Begitu
Mungkin kamu juga pernah jawab “nanti ya”. Mungkin kamu juga pernah lihat anakmu pergi pelan-pelan karena kita terlalu sibuk.
Saya nggak nulis ini untuk bikin kamu merasa bersalah. Saya juga nggak nulis ini karena saya sudah sempurna.
Saya nulis ini karena saya belajar…
Anak-anak tumbuh cepat. Tapi mereka nggak nunggu kita selesai kerja dulu.
Mereka nggak nunggu kita punya waktu banyak dulu.
Mereka cuma pengen… Ayah dan Ibu yang hadir.
🎁 Saya Bikinkan Sesuatu untuk Kamu
Kalau kamu pernah merasa kayak saya… Saya bikinkan satu halaman coloring page dari cerita ini.
📄 Gambar anak kecil menyelipkan secarik kertas ke pangkuan ayahnya. Di kertas itu tertulis:
“Main bentar, Yah…”
Bisa kamu cetak dan warnai bareng anakmu sore ini. Siapa tahu, 10 menit itu jadi momen yang disimpan seumur hidup.
Kalau artikel ini menyentuh kamu…
Bagikan ke sesama Ayah dan Ibu. Bukan karena saya nulis yang hebat, tapi karena kita semua sedang sama-sama belajar.
#DemiAnakIstri
#WaktuUntukAnak
#KakangNurdin